PERAN dan
FUNGSI BPD
BPD dapat
menjalankan fungsi sebagai anggota BPD dengan sebaik-baiknya berdasarkan
ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Undang-undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa pasal 55 Badan Permusyawaratan Desa mempunyai 3 fungsi
yaitu, pertama : membahahas dan menyepakati Rancangan
Peraturan Desa bersama Kepala Desa, kedua : menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan, ketiga:
melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. ” Kalau kita melihat beban
tugas anggota Badan Permusyawaratan Desa sesuai ketentuan
perundang-undangan ini, sungguh merupakan tugas yang tidak ringan. Namun kita
semua harus tetap optimis dan berkeyakinan penuh bahwa segala sesuatu
yang tekait dengan penyelenggaraan pemerintahan desa, baik yang bersifat upaya
dalam meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat desa, memperkuat kebersamaan,
serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, maka
Pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, haruslah dapat melakukan kerja
sama yang baik melalui penyelenggaraan musyawarah desa yang akan menyepakati
hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Mengapa
Undang-Undang Desa yang disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
tanggal 15 Januari 2014 itu terasa begitu istimewa? Bahkan berkali-kali Kepala
Desa dari beberapa daerah di Indonesia berkumpul di Jakarta melakukan unjuk
rasa menuntut agar RUU Desa segera disahkan menjadi Undang-Undang. Apa
keistimewaan Undang-undang Desa tersebut ? Untuk mengetahui jawabannya ikuti
uraian berikut ini.
- Dana Milyaran Rupiah akan masuk ke Desa
Isu yang
berkembang bahwa dengan disahkannya Undang-Undang Desa maka tiap Desa akan
mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat melalui APBN lebih kurang 1
Milyar per tahun. Ini bisa kita baca pada pasal 72 ayat (1) mengenai sumber
pendapatan desa, dalam huruf d. disebutkan “alokasi dana desa yang merupakan
bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota”. Selanjutnya dalam
ayat (4) pasal yang sama disebutkan “Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana
perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus”.
Menurut Priyo Budi Santoso wakil ketua DPRRI, UU Desa juga mengatur tentang alokasi dana dari pemerintah pusat. “Selama ini kan tidak pernah ada anggaran dari pusat. Jumlahnya sebesar 10 persen dari dana per daerah, wajib diberikan, nggak boleh dicuil sedikitpun. Kira-kira sekitar Rp700 juta untuk tiap desa per tahunnya,” ujar dia.
Menurut Priyo Budi Santoso wakil ketua DPRRI, UU Desa juga mengatur tentang alokasi dana dari pemerintah pusat. “Selama ini kan tidak pernah ada anggaran dari pusat. Jumlahnya sebesar 10 persen dari dana per daerah, wajib diberikan, nggak boleh dicuil sedikitpun. Kira-kira sekitar Rp700 juta untuk tiap desa per tahunnya,” ujar dia.
Sementara
itu Wakil Ketua Pansus RUU Desa, Budiman Sudjatmiko, menyatakan jumlah 10
persen dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus harus
diberikan ke Desa. “Sepuluh persen bukan diambil dari dana transfer daerah,”
kata Budiman. Artinya, kata Budiman, dana sekitar Rp104,6 triliun ini dibagi
sekitar 72.000 desa. Sehingga total Rp1,4 miliar per tahun per desa.
“Tetapi akan
disesuaikan geografis, jumlah penduduk, jumlah kemiskinan,” ujarnya.
Dana itu,
kata Budiman, diajukan desa melalui Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis.
BPD
merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan
menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa. “Mereka
bersidang minimal setahun sekali,” ujar Budiman.
- Penghasilan Kepala Desa
Selain Dana
Milyaran Rupiah, keistimewaan berikutnya adalah menyangkut penghasilan tetap
Kepala Desa. Menurut Pasal 66 Kepala Desa atau yang disebut lain (Nagari)
memperoleh gaji dan penghasilan tetap setiap bulan. Penghasilan tetap kepala
desa dan perangkat desa bersumber dari dana perimbangan dalam APBN yang
diterima oleh kabupaten/kota ditetapkan oleh APBD. Selain penghasilan tetap
yang dimaksud, Kepala Desa dan Perangkat Desa juga memperoleh jaminan kesehatan
dan penerimaan lainya yang sah.
- Kewenangan Kepala Desa
Selain dua
hal sebagaimana tersebut diatas, dalam UU Desa tersebut akan ada pembagian
kewenangan tambahan dari pemerintah daerah yang merupakan kewenangan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu adanya peluang desa untuk mengatur
penerimaan yang merupakan pendapatan desa yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal
72 UU Desa. Hal ini ditegaskan oleh Bachruddin Nasori, Anggota Panitia Kerja
Rancangan Undang-Undang Desa (Panja RUU Desa).
“Jika selama
ini, Kepala desa menjadi pesuruh camat, bupati. Tapi hari ini jadi raja dan
penentu sendiri, jadi Kepala Desa yang berkuasa penuh mengatur dan membangun
desanya,” kata Bachruddin Nasori.
Apakah
dengan demikian Kepala Desa akan menjadi Raja-raja kecil ?
Walaupun
dengan Undang-Undang Desa ini Kepala Desa mempunyai kewenangan penuh dalam
mengatur dan mengelola keuangan sendiri tetapi seorang Kepala Desa tidak boleh
menjadi Raja Kecil. Mantan Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Desa DPR RI,
Budiman Sujatmiko, pada acara sosialisasi UU Desa untuk 253 kepala desa di
Kabupaten Subang, Sabtu (11/1/ 2014), menegaskan “Saudara kelak tidak boleh
jadi raja-raja kecil di desa,” ujar Budiman yang disambut aplous seluruh kepala
desa yang hadir.
Dikatakan
Budiman, kewenangan dan alokasi dana yang besar yang diamanatkan UU Desa itu,
tidak ada satu pasal pun yang mengisyaratkan monopoli kebijakan Kepala Desa.
Bahkan, lanjut Budiman, Kepala Desa akan memikul tanggung jawab yang lebih
besar untuk mempertanggungjawabkan semua kewenangan dan pengelolaan dana yang
akan dilakukannya kelak.
- Masa Jabatan Kepala Desa bertambah
Dengan
Undang-Undang Desa yang baru masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun dan dapat
dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut
atau tidak secara berturut-turut (pasal 39). Demikian juga dengan masa jabatan
Badan Permusyawaratan Desa, mereka bisa menjabat paling banyak tiga kali masa
jabatan, baik secara berturut turut maupun tidak berturut-turut. Hal Ini berbeda
dengan Undang-Undang yang berlaku sebelumnya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004
dimana Kepala Desa dan BPD hanya bisa menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa
jabatan.
- Penguatan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa.
Menurut
pasal 55 UU Desa yang baru, Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
- membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
- menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
- melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Disini ada
penambahan fungsi BPD yaitu pada huruf c yaitu melakukan pengawasan kinerja
Kepala Desa. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,dimana
dalam pasal 209 disebutkan Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan
peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat.
Tantangan dan Tanggung Jawab
Banyak
kalangan meragukan keefektifan Undang-Undang ini. Keraguan mereka terutama pada
kekhawatiran akan pengelolaan dana yang begitu besar. Jangan-jangan dana ini
akan menjadi bancaan bagi Desa yang menerimanya. Menanggapi hal ini Budiman
Sudjatmiko mengatakan, “Bancakan dana desa ini, bisa dihindari karena dana ada
di kabupaten. Sementara penyusunan proposal pengajuan anggaran ini, tidak
berjalan sendiri. Ada pemerintah kota dan pemerintah kabupaten yang melakukan
pendampingan, termasuk penyusunan budgeting”.
Selain itu,
menurut Priyo Budi Santoso, UU ini juga diharuskan membentuk semacam DPR
tingkat desa, namanya Badan Permusyawaratan Desa. Anggotanya sekitar sembilan
orang. “UU ini tidak memangkas kewenangan Bupati atau Walikota atau Gubernur
pada kepala desa,” kata dia.
Tanggapan
Pemerintah
Menteri
Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, meminta masyarakat tidak khawatir dengan potensi
penyimpangan dana triliunan rupiah ini sebab setiap tahun akan dilakukan
pengawasan sistem. Pemerintah, kata dia, akan melakukan pengawasan dalam
penetapan anggaran, evaluasi anggaran dan pertanggungjawaban anggaran. Selain
itu, kata dia, ada juga audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk
memeriksa semua penyelenggara anggaran itu setiap akhir tahun.
“Kalau BPK
merekomendasi ada yang bersifat administratif, tentu harus diselesaikan secara
administratif. Kalau ada temuan yang indikasi bersifat pidana dan merugikan
negara, bisa saja BPK melanjutkan kepada aparat penegak hukum,” ujarnya.
Tak hanya
itu, kata Gamawan, pemerintah juga akan segera merumuskan Peraturan Pemerintah
(PP) untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban, pendistribusian uang,
pengawasan dan mekanisme pencairan dana.
Sementara,
kata Gamawan, untuk pengoptimalisasian program pemerintah ke desa, akan ada
sedikit perubahan desain. Saat ini ada beberapa kementerian dan lembaga yang
langsung punya program di desa. Nantinya semua dana-dana itu akan disatukan.
“Itu nanti
yang kemudian diserahkan kepada desa. Nanti langsung diturunkan kepada
kabupaten, kemudian kabupaten yang mendistribusikan ke desa berdasarkan
kriteria yang sudah kita tetapkan,” ujar Gamawan. Kriteria itu, kata Gamawan,
misalnya berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, letak kesulitan geografis,
tingkat kemiskinan dan beberapa variabel lainnya.
Dana itu,
kata Gamawan, akan diambil pada APBN 2015. Sebab, dana APBN 2014 ini sudah
disahkan peruntukannya. “Kami sepakat segera (didistribusikan), makanya kami
segera bentuk tim. Setelah selesai PP, nanti alokasi daerah bisa saja tahun
pertama 75 persen dan tahun kedua 25 persen. Karena kami sudah komitmen,”
ujarnya.
Sementara
menunggu APBN 2015, dana untuk desa ini diambil dari Alokasi Dana Daerah. “ADD
tetap berjalan. Program yang sudah diputuskan 2014 itu tetap jalan,” katanya.
Sementara di
kantornya, Rabu 18 Desember 2013 pagi sebelum RUU disahkan, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) meminta seluruh otoritas terkait khususnya di tingkat
wali kota dan bupati yang mengatur keuangan desa, menggunakan anggaran tersebut
dengan baik. “Hari ini secara khusus saya meminta perhatian kabupaten dan kota,
para bupati dan para wali kota, tentunya para gubernur untuk memastikan bahwa
anggaran itu betul-betul disalurkan dan juga digunakan dengan baik,” ujarnya.
Kepala Desa
Harus belajar Pembukuan / Accounting
Anggota
Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Desa (Panja RUU Desa) Bachruddin Nasori
menyatakan dengan ditetapkannya RUU Desa menjadi UU, maka Kepala Desa harus
belajar pembukuan (accounting). Sebab, dengan UU Desa yang baru disahkan hari
ini oleh DPR RI, dana sebesar 10 persen dari APBN akan masuk langsung ke desa.
“Dengan
disahkan UU Desa, Kepala Desa harus belajar accounting karena kepala desa nanti
akan menjadi pejabat pembuat komitmen. Jangan sampai kepala desa masuk penjara
karena ketidakmengertiannya dalam mengelola keuangan,” kata Bachruddin usai
rapat paripurna pengesahan RUU Desa di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
“Selama ini
tidak pernah terpikirkan adalah APBN tidak pernah masuk desa. Selama ini
kementerian-kementerian menjadikan desa sebagai objek dari proyek yang hasilnya
diambil pusat,” kata Bendahara Umum PKB itu.
Alokasi dana
ini diharapkan dapat mengakselerasi pembangunan di tingkat desa.
Sebelum-sebelumnya, alokasi dana dari APBN belum menyentuh sampai ke tingkat
desa.
Disamping
itu, dengan UU Desa ini, nantinya kepala desa dapat mengambil kebijakan—secara
mandiri—dalam mengelola potensi dan pembangunan desanya, tanpa didikte oleh
kepala daerah atau pemerintah pusat seperti yang berlangsung selama ini.
Namun
demikian, menurut Bacharuddin, dana sebesar itu (Rp 1 Miliar/tahun) mesti ada
pertanggungjawabannya secara administratif. Oleh sebab itu setiap kepala desa
wajib menguasai akuntansi atau minimal pembukuan, agar pemakaian dana tersebut
bisa dipertanggungjawabkan.
Jika dari
sisi data akuntansi tidak valid dikhawatirkan akan banyak kepala desa yang
tersandung kasus korupsi.
“Jangan
sampai kepala desa masuk penjara karena ketidakmengertiannya dalam mengelola
keuangan,” imbuh Bachruddin.
Melihat
banyaknya pejabat kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, bukan tak mungkin
jika ladang korupsi itu akan pindah ke Kantor-Kantor Kepala Desa, setelah
diberlakukannya UU Desa yang baru ini nantinya.
Oleh sebab
itu, pihaknya menghimbau agar para Kepala Desa beserta perangkatnya mulai
sekarang belajar Accounting.
Kepala BPK
RI Perwakilan Jawa Barat, Kornel Syarif Prawiradiningrat, mengingatkan agar
para kepala desa yang akan segera mendapatkan dan miliaran itu bersikap ektra
hati-hati.
“Jangan
sampai setelah menerima duit miliaran rupiah lalu beberapa bulan kemudian
berurusan dengan penegak hulum,” ujar Kornel. Ia mencontohkan, era otonomi
daerah gara-gara salah urus soal keuangan telah menyeret 525 bupati dan
walikota berurusan dengan hukum.
Lalu, ia
memberikan solusi jitu agar para kepala desa lepas dari jeratan hukum. “Buat
pembukuan yang baik, akuntabel dan transfaran,” Kornel menjelaskan.
Pembukuan
yang baik yakni mencatat semua penerimaan dan pengeluaran dengan detil.
Misalnya, setiap pembelian barang harus ada kuitansinya, barang yang dibeli
harus sesuai peruntukannya.
“Tidak boleh
ada yang disembunyikan dan dimainkan, semua bukti-bukti dicatat secara benar
dan lengkap,” jelas Kornel.
Penutup
Dari sekian
banyak Undang-Undang yang mengatur tentang Desa sejak Indonesia merdeka 17
Agustus 1945 memang Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 adalah yang terbaik.
Desa sebagai ujung tombak pemerintahan terbawah memiliki otonomi dalam mengatur
pembangunan untuk mensejahterakan rakyatnya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya
harus diawasi agar tidak terjadi penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang.
Badan Permusyawaratan Desa sebagai unsur pemerintahan Desa harus bisa
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai amanat Undang-Undang agar Kepala Desa
tidak terjebak dalam jeratan hokum. Masyarakat Desa diharapkan juga ikut
mengawasi dan mengambil peran aktif melalui musyawarah desa agar pelaksanaan
pembangunan bisa benar-benar efektif dan tepat sasaran serta dilakukan secara
transparan dan akuntabel.